KAMIS PUTIH : (Ekaristi—Imamat dan Kehidupan)



Pengantar
Surat Pastoral “Dominicae Cenae” ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 24 Februari 1980. Dominicae Cenae atau Perjamuan Tuhan bertolak dari Perjamuan Terakhir Yesus bersama para murid-Nya lalu dilanjutkan dalam Liturgi Ekaristi Kamis Putih, Dalam Liturgi Ekaristi Kamis Putih  para imam membarui janji-janji dan komitmen pentahbisannya.  Kamis suci dipahami sebagai  "Hari Raya Imam" tahunan. Sejumlah persoalan yang dibahas dalam surat kepada imam, penekanan utama adalah diletakkan pada karakter pastoral pelayanan imam, (para imam yang tidak berkarya di pastoral juga disadari) sambil merujuk Konsili Vatikan II, dan juga ke deklarasi Sinode 1971 dari Uskup.
Ekaristi dan Imamat  
Misteri Kamis Putih berkaitan mengungkapakan peristiwa di mana Yesus menetapkan ekaristi sebagai tanda dan serana keselamatan umat Kristiani. Ekaristi sebagai kenangan akan hidup dan karya Kristus juga memiliki hubungannya dengan imamat. Imam mengambil bagian dalam kurban Kristus dalam perayaan ekaristi. Surat ini ditujukan kepada: Uskup Gereja, semua imam, dan diakon. Pada dasarnya hierarki imamat sangat dekat hubungannya dengan ekaristi. Kita disatukan dengan ekaristi. Kita bertanggung jawab bagi komunitas yang kita layani masing-masing. Dalam ekaristi dan devosi atas sakaramen maha kudus; sama seperti pemberian diri yang menghubungkan peyanan kita (dengan hierarki) dengan kesetiaan imamat.

 Pujian Kepada Misteri Ekaristi
Dalam misteri Ekaristi pujian ditujukan kepada Allah Bapa dengan perantaraan Putra dan dalam Roh Kudus (penegasan Trinitaris). Pujian kepada Tritunggal dari Bapa dan Anak dan Roh Kudus meresap dan menyertai perayaan Ekaristi. Sejak Misteri Ekaristi membuat Kristus hadir secara sakramental, maka pantas untuk syukur dan pujian. Penyembahan kepada Kristus dalam sakramen harus diungkapakan dalam: doa pribadi di hadapan Sakramen Mahakudus,  Adorasi, periode eksposisi-pendek, lama dan tahunan.
Secara khusus harus dibuat pada saat ini Perayaan Tubuh dan Darah Kristus sebagai tindakan ibadah umum diberikan kepada Kristus yang hadir dalam Ekaristi (sudah dikembangkan oleh Urbanus IV dan sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II). Gereja dan dunia memiliki kebutuhan besar kepada ibadah Ekaristi. Yesus menunggu untuk kita dalam sakramen cinta ini. Dilanjutkan dengan ajakan untuk meluangkan waktu untuk adorasi.
Ekaristi dan Gereja
Konsili Gereja menegaskan bahwa hanya Gereja yang "membuat Ekaristi" sehingga “ekaristi membangun” Gereja: dan ajaran ini terikat erat dengan misteri Kamis Putih. Gereja didirikan, sebagai komunitas baru Umat Allah, mengambil bagian dalam perjamuan Tubuh dan Darah Tuhan dalam  roti dan anggur: persekutuan sakramental dengan Anak Allah, persekutuan yang adalah janji kehidupan kekal, persekutuan Paskah kekal. Ekaristi mengandung makna perjumpaan sakramental dan keintiman dengan Kristus. Dalam ekaristi kita menerima Kristus sendiri: dan kesatuan denganNya, yang merupakan hadiah dan rahmat bagi masing-masing individu. Bahwa dalam kesatuan dengan dia kita juga disatukan dalam Tubuh-Nya yaitu Gereja. Dengan demikian ekaristi adalah “sumber dan puncak” sebagaimana dinyatakan dalam Konsili Vatikan II.
Ekaristi dan kemurahan hati
Ibadat Ekaristi merupakan jiwa dari seluruh kehidupan Kristiani. Pada kenyataannnya, kehidupan orang Kristiani dinyatakan dalam pemenuhan perintah terbesar, yaitu kasih kepada Allah dan sesama. Kasih tersebut menemukan sumbernya di dalam Sakramen, yang pada umumnya disebut sakramen cinta kasih. Ekaristi menandakan kemurahan hati, dan oleh karena itu Ekaristi mengingatnya kembali, menghadirkannya sekarang, dan pada saat yang sama mengadakannya kembali. Di dalamnya, kita merasakan cinta yang tak terduga dan cuma-cuma, yang mencapai kepenuhannya di dalam korban penyelamatan Putera Allah. Maka, korban Ekaristi sebagai tanda yang tak terhapuskan menumbuhkan sebuah tanggapan kasih yang nyata di dalam diri kita. Kita tidak hanya mengetahui kasih; kita sendiri memulai untuk mengasihi. Oleh karena itu, ibadat Ekaristi adalah ekspresi kasih yang merupakan karakteristik panggilan Kristiani yang otentik dan terdalam. Ibadat ini bertumbuh dari kasih dan melayani kasih yang di dalamnya kita semua dipanggil di dalam Yesus Kristus.
Ekaristi dan Sesama
Cita rasa otentik Ekaristi itu sendiri menjadi sekolah cinta yang aktif kepada sesama. Ekaristi mendidik kita kepada kasih yang mendalam; pada kenyataannya, ekaristi menunjukkan kepada kita apa yang bernilai pada setiap orang. Jika ibadat Ekaristi adalah otentik, maka Ekaristi harus membuat kita berkembang di dalam kesadaran akan martabat setiap orang. Kesadaran akan martabat menjadi motivasi terdalam dari relasi kita kepada sesama.
Secara khusus, kita juga harus menjadi sensitif tehadap kemalangan dan penderitaan manusia, terhadap semua ketidakadilan dan kekeliruan, dan mencari cara untuk menebus mereka secara efektif. Berkat Ekaristi, Kristus tinggal di dalam hati kita (suara hati kita) sehingga memimpin kita kepada kasih kepada sesama, kepada kasih untuk setiap manusia.
Ekaristi dan Kehidupan
Sejak Ekaristi menjadi inti kemurahan hati, Ekaristi selalu berada pada pusat kehidupan murid-murid Kristus. Ekaristi yang berupa roti dan anggur, yang berarti makanan dan minuman, berkaitan dengan kehidupan mereka, sebagai makanan dan minuman. Penghormatan kepada Allah yang adalah kasih di dalam ibadat Ekaristi bertumbuh dari keintiman dengan Dia sendiri yang mengisi kerohanian kita, menjamin hidup rohani kita.
Sekarang, dari semua sakramen, Ekaristi membawa orang Kristiani kepada kepenuhan inisiasi mereka dan menganugerahkan pelaksanaan imamat umum yang sakramental dan eklesial yang terhubung dengan pelaksanaan imamat imam. Dalam cara ini, ibadat Ekaristi menjadi pusat dan tujuan seluruh sakramen kehidupan. Di dalam kedalaman ibadat Ekaristi, kita menemukan gema yang terus menerus dari sakramen-sakramen inisiasi seorang Kristiani: baptis dan krisma. 
Di dalam Ensiklik Redemptor Hominis, ada keterkaitan yang erat antara sakramen Tobat dan Sakramen Ekaristi. Artinya, Tobat mengarah ke Ekaristi dan Ekaristi juga mengarah ke Tobat. Karena ketika kita menyadari siapa yang kita terima dalam Komuni Ekaristi, hampir secara spontan sebuah perasaan ketidaklayakan tumbuh secara komunal dengan kedukaan bagi dosa-dosa kita dan kebutuhan dari dalam untuk permurnian. Kita juga selalu harus berhati-hati agar perjumpaan agung dengan Kristus dalam Ekaristi tidak menjadi kebiasaan belaka dan agar kita tidak menerima Dia secara tidak layak, artinya, dalam keadaan dosa berat. Praktek keutamaan tobat dan Sakramen Tobat sangat penting untuk terus menerus memperdalam semangat penghormatan kepada Tuhan sendiri dan kasih-Nya yang begitu mengagumkan. Maka, dalam Ekaristi, manusia benar-benar mengalami transformasi dan peninggian yang luar biasa.
Penutup
Pada suatu karisti merupakan puncak aktualisasi iman dalam perayaan kurban dan syukur.  Di sisi lain ekaristi membutuhkan Imam sebagai wakin Kristus yang berkorban. Ekaristi dan imam menyatukan umat dalam mengembangkan iman dan mencintai ekaristi dan para imamnya. Hal ini dapat terjuwud melalui pemahaman tentang ekaristi dan kehidupan imamat, baik bagi umat maumpun para imam.  

Sumber:
Surat Pastoral
“Dominicae Cenae” ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II, 24 Februari 1980 (art. 2-7)
            



Comments

Popular posts from this blog

“Lera Wulan Tanah Ekan” Dalam Kebudayaan Lamaholot

SUNGAI TERKUTUK