KAMIS PUTIH : (Ekaristi—Imamat dan Kehidupan)
Pengantar

Ekaristi dan Imamat

Pujian Kepada Misteri Ekaristi
Dalam misteri Ekaristi pujian ditujukan
kepada Allah Bapa dengan perantaraan Putra dan dalam Roh Kudus (penegasan
Trinitaris). Pujian kepada Tritunggal dari Bapa dan Anak dan Roh Kudus meresap
dan menyertai perayaan Ekaristi. Sejak Misteri Ekaristi membuat Kristus
hadir secara sakramental, maka pantas untuk syukur dan pujian. Penyembahan
kepada Kristus dalam sakramen harus diungkapakan dalam: doa pribadi di hadapan
Sakramen Mahakudus, Adorasi, periode
eksposisi-pendek, lama dan tahunan.

Ekaristi dan Gereja
Konsili Gereja menegaskan bahwa hanya
Gereja yang "membuat Ekaristi" sehingga “ekaristi membangun” Gereja:
dan ajaran ini terikat erat dengan misteri Kamis Putih. Gereja didirikan,
sebagai komunitas baru Umat Allah, mengambil bagian dalam perjamuan Tubuh dan
Darah Tuhan dalam roti dan anggur:
persekutuan sakramental dengan Anak Allah, persekutuan yang adalah janji
kehidupan kekal, persekutuan Paskah kekal. Ekaristi mengandung makna perjumpaan
sakramental dan keintiman dengan Kristus. Dalam ekaristi kita menerima Kristus
sendiri: dan kesatuan denganNya, yang merupakan hadiah dan rahmat bagi
masing-masing individu. Bahwa dalam kesatuan dengan dia kita juga disatukan
dalam Tubuh-Nya yaitu Gereja. Dengan demikian ekaristi adalah “sumber dan
puncak” sebagaimana
dinyatakan dalam Konsili Vatikan II.
Ekaristi dan kemurahan hati

Ekaristi dan Sesama
Cita rasa otentik Ekaristi itu sendiri
menjadi sekolah cinta yang aktif kepada sesama. Ekaristi mendidik kita kepada
kasih yang mendalam; pada kenyataannya, ekaristi menunjukkan kepada kita apa
yang bernilai pada setiap orang. Jika ibadat Ekaristi adalah otentik, maka
Ekaristi harus membuat kita berkembang di dalam kesadaran akan martabat setiap
orang. Kesadaran akan martabat menjadi motivasi terdalam dari relasi kita
kepada sesama.
Secara khusus, kita juga harus menjadi
sensitif tehadap kemalangan dan penderitaan manusia, terhadap semua
ketidakadilan dan kekeliruan, dan mencari cara untuk menebus mereka secara
efektif. Berkat Ekaristi, Kristus tinggal di dalam hati kita (suara hati kita)
sehingga memimpin kita kepada kasih kepada sesama, kepada kasih untuk setiap
manusia.
Ekaristi dan Kehidupan

Sekarang, dari semua sakramen, Ekaristi
membawa orang Kristiani kepada kepenuhan inisiasi mereka dan menganugerahkan
pelaksanaan imamat umum yang sakramental dan eklesial yang terhubung dengan
pelaksanaan imamat imam. Dalam cara ini, ibadat Ekaristi menjadi pusat dan
tujuan seluruh sakramen kehidupan. Di dalam kedalaman ibadat Ekaristi, kita
menemukan gema yang terus menerus dari sakramen-sakramen inisiasi seorang
Kristiani: baptis dan krisma.
Di dalam Ensiklik Redemptor Hominis,
ada keterkaitan yang erat antara sakramen Tobat dan Sakramen Ekaristi. Artinya,
Tobat mengarah ke Ekaristi dan Ekaristi juga mengarah ke Tobat. Karena ketika
kita menyadari siapa yang kita terima dalam Komuni Ekaristi, hampir secara
spontan sebuah perasaan ketidaklayakan tumbuh secara komunal dengan kedukaan
bagi dosa-dosa kita dan kebutuhan dari dalam untuk permurnian. Kita juga selalu
harus berhati-hati agar perjumpaan agung dengan Kristus dalam Ekaristi tidak
menjadi kebiasaan belaka dan agar kita tidak menerima Dia secara tidak layak,
artinya, dalam keadaan dosa berat. Praktek keutamaan tobat dan Sakramen Tobat
sangat penting untuk terus menerus memperdalam semangat penghormatan kepada
Tuhan sendiri dan kasih-Nya yang begitu mengagumkan. Maka, dalam Ekaristi,
manusia benar-benar mengalami transformasi dan peninggian yang luar biasa.

Pada suatu karisti merupakan puncak aktualisasi iman dalam perayaan kurban dan syukur. Di sisi lain ekaristi membutuhkan Imam sebagai wakin Kristus yang berkorban. Ekaristi dan imam menyatukan umat dalam mengembangkan iman dan mencintai ekaristi dan para imamnya. Hal ini dapat terjuwud melalui pemahaman tentang ekaristi dan kehidupan imamat, baik bagi umat maumpun para imam.
Sumber:
Surat Pastoral “Dominicae Cenae” ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II, 24 Februari 1980 (art. 2-7)
Surat Pastoral “Dominicae Cenae” ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II, 24 Februari 1980 (art. 2-7)
Comments