PEMAHAMAN UMAT TENTANG TAHUN LITURGI

Gambaran umun tentang Tahun Liturgi
            Istilah Tahun Liturgi pertaman kali di gunakan dalam dokumen resmi Gereja Katolik dalam ensiklik Pius XII: Mediator Dei pada tahun 1948. Sejak itu Tahun Liturgi dikenal sebagai perayaan Gereja yang mengenagkan misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus dalam rangka perjalanan peredaran lingkaran tahun. Dasar pembentukan Tahun Liturgi Kristiani adalah tradisi Yahudi yakni, lingkaran perayaan liturgy mingguan: siklus tujuh hari menurut pola hari sabat Yahudi dan lingkaran perayaan lituurgi tahunan: perayaan hari raya dan pestaKristiani menurut pola Yahudi. Perayaan Paskah dan pesta-pesta sesudahnya menjadi struktur dasar Tahun liturgi waktu itu.
Paskah Sebagai Pusat Tahun Liturgi
            Misteri Paskah adalah pusat seluruh liturgi Gereja (bdk.SC 5-6) karena perayaan liturgi yang dirayakan sepanjang tahun selalu merupakan perayaan kenangan pennuh syukur atas karya keselamatan Allah yang terlaksana lewat dalam wafat dam kebangkitan Kristus. Paskah menjadi puncak Tahun Liturgi (bdk. SC 107). Dengan demikian liturgi malam Paskah menjadi litugi paling meriah dengan beragam bacaan, simbol, dan lamanya liturgi. Sebelum perayan Paskah umat dipersiapkan dalam masa Prapaskah.

            Dalam masa Parapaskah inilah yang memberikan pemahaman umat akan misteri penderiataan Yesus yang memuncak pada peristiwa salib. Prapaskah adalah masa puasa utama dalam Gereja sebagai persiapan sebelum Paskah. Dimulai sejak hari Rabu Abu hingga berakhir pada hari Minggu Palma.  Masa prapaskah ini umat dipersiapkan dengan berbagai peristiwa liturgis dan sakramental yakni, bacaan dan  warna liturgis yang membantu umat memahami Paskah. Hal ini nampak juga dalam ibadat jalan salib yang dilakukan setiap hari Jumad sejak Jumad pertama dalam masa Prapaskah sampai hari Jumad Agung. Rangkaian peristiwa Prapaskah ini memuncak dalam peristiwa Kebangkitan yang kita kenal sebagai Paskah.   
Natal sebagai awal karya keselamatan             
Natal merupakan awal dari misteri penyelamatan dimana kita diingatkan akan peristiwa kelahiran Yesus Kristus. Dalam Natal peristiwa inkarnasi  dikenangkan. Liturgi Natal juga cukup meriah sama separti Hari Raya Natal. Menjelang perayaan Natal umat dipersiapkan dalam masa Adven.
Nama Adven diambil dari kata Latin Adventus yang artinya adalah Kedatangan. Dalam masa Adven umat Katolik menyiapkan diri untuk menyambut pesta Natal. Sesungguhnya masa adven adalah masa untuk berpuasa, sebagai persiapan diri menjelang kedatangan Kristus. Masa penantian ini berlangsung selama empat minggu Adven.
Sikap umat terhadap perayaan Natal dan Paskah
Paskah dan Natal merupakan dua peristiwa besar dalam sejarah keselamatan yang wartakan dalam Gereja. Hal ini ditandai pula oleh masa persiapan mejelang kedua perayaan besar tersebut.
Dalam mendalami dan menawab pertanyaan tentang kesan uman terhadap perayaan Natal dan Paskah penulis melakuakan wawancara kepada beberapa umat di Lingkungan St. Filipus Rasul Pondok Bambu I Paroki St. Anna. Sikap umat dalam menghadapi Paskah dan Natal tampak berbeda. Ada yang berpendapat bahwa peristiwa Natal lebih dihayati ada juga yang lebih mengahayati peristiwa Paskah. Pandangan ini pun dilatarbelakagi oleh bebrabagai hal seperti, usia umat, latar belakang pendidikan, bahkan jenis kelamin dan yang mempengaruhi juga adalah pangalaman dan pengahayatan pribadi.
            Berdasarkan pandangan umat dapat disimpulkan bahwa Paskah lebih dihayati sebagai waktu untuk memulai hidup baru. Sikap hidup berbalik kepada Allah dari sikap hidup lama merupakan buah dari permenungan batin selama masa Prapaskah. Permenungan itu sungguh dirasakan dalam dalam peristiwa Jalan Salib yang menggugah perasaan dan membangkitkan motivasi untuk merubah diri. Kegembiraan dalam Paskah dan Ken kebangkitan merupakan buah terakhir dari Iman. Pandangan demikian berasal dari Kaum Muda dan Para Bapak.
            Selain pandangan di atas ada pandangan lain yang juga dominan karena jumlah mereka yang banyak. Pandangan ini berasal dari ibu-ibu yang secara pribadi mengalami peristiwa melahirkan. Mereka berpendapat bahwa peristiwa kelahiran menjadi awal pemenuhan janji Allah untuk keselamatan yang nantinya nampak dalam peristiwa paskah. Natal dilihat juga sebagai peristiwa kelahiran baru yang nampak dalam peringatan akan kelahiran Kritus. Hal ini tergambar dalam dekorasi perayaan Natal yang selalu menempatkan patung Yesus.
            Pandangan lain yang tudak berlatar pemahaman iman dan liturgis tetapi banyak memepngaruhi banyak umat. Natal adalah peristiwa yang mendunia dan meriah. Terkandang yang mengalami dan merasakan berkat Natal itu melampaui batas agama dan kepercayaan. Hal ini nampak dalam kemeriaan acara penyambutan natal. Momen Pohon Natal, Santa Klaus juga memberi pengaru sendiri dalam pemhaman umat akan Natal.  
Penghayatan umat akan Tahun Liturgi sejak Adven sampai Pesta Kristus Raja
            Umat secara umum belum sungguh-sungguh mengahayti Tahun Liturgi sebagai suatu rangkaian perjaalanan iman. Menurut pengamatan Tahun Liturgi yang di dalam terdapat perayaan-perayaan ekaristi masih diminati oleh umat. Secara kwantitatif umat masih pergi ke gereja. Meskipun bisa saja dianggap hanya rutin. Bahkan sekedar memenuhi kewajiban, dan kelayakan seorang yang beragama Katolik.
             Ada kesan yang belum menjadi suatu kebutuhan dengan kesadaran. Malah ada sebagian yang sekedar ikut-ikutan sekedar untuk menunjukan identitas kekatolikannya. Hal ini memberikan sedikit gamabran akan suatu yang lebih komplit dan rumit dalam gereja Katolik. Kenyataan yang ingin disoroti adalah Tahun Liturgi secara menyeluruh. Bila potret ini benar, tidak heranlah kalau dalam perayaan atau pesta besar saja Gereja nampak ramai dan meriah. Perayaan harian terasa itu dirasa kering, dingin, tidak menarik bahkan  menjadi beban. Sikap seperti itu agaknya tidak hanya terjadi pada umat pada umumnya, namun juga pada imamnya. Dengan demikian, dapt disiplkan bahwa umat belum memilikip enghayatan umat akan Tahun Liturgi sejak Adven sampai Pesta Kristus Raja.
Tanggapan
            Kenyataan di atas itu bisa sebagai sebab tapi juga bisa merupakan akibat. Disebut sebab dalam arti memang liturgi tidak menarik, tidak memikat dan tidak memnuhi kebutuhan dasar umat beriman. Disebut akibat artinya bahwa kekurang pemahaman akan Tahun Liturgi itu sendiri yang minim yang membuat tidak menarik, kering dan tak berdaya guna. Katekese yang lemah telah membuat para peraya sekedar melaksanakan upacara  tanpa penghayatan, tanpa mengerti makna dan arti secara keseluruhan perayaan termasuk juga detail dan bagian-bagian dari Liturgi Ekaristi tersebut. Belum lagi penghayatan simbol yang tidak mudah  untuk mengajarinya. Jadi pendidikan dan pemahaman Liturgi bisa dijadikan akar permasalahannya
            Permasalahan lainnya yang cukup serius adalah Liturgi Ekaristi saja telah kehilangan dimensi misterinya. Liturgi sudah tidak menciptakan atmosfir sakral dalam perayaannya. Hal ini mengakibatkan umat memandang liturgi sebagai suatu upara biasa.  Karena dimensi misteri itu merupakan hakekat dari liturgi itu sendiri teras hilang dari perayaan, oleh karenanya sangat diperlukan dan harus dikembalikan lagi. Liturgi tidak sakral, tidak “gaib” dan tidak “keramat” lagi. Permaslahan ini membawa umat pada kemungkinan lain yang lebih jauh dan besar. Umat kurang menghayati tahun liturgi secara menyeluruh sebagi peristiwa iman, ekaristi yang sama dan memiliki makna yang sama.

Sumber Bacaan:
E. Martasudjita,Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah, dan Teologi Liturgi. 1999.
Yogyakarta: Kanisisus


Comments

Popular posts from this blog

“Lera Wulan Tanah Ekan” Dalam Kebudayaan Lamaholot

KAMIS PUTIH : (Ekaristi—Imamat dan Kehidupan)

SUNGAI TERKUTUK