ISLAM DAN PLURALISME



        Pluralisme atau kemajemukan merupakan tantangan bagi semua agama, khususnya agama-agama monoteisme Yahudi, Kristiani, dan Islam. Agama Kristiani menjadi penggagas pluralisme kerena lebih dahulu menyadari persoalan teologis masalah plualisme. Katolik sendiri pernah hidup dalam eksklusivitas (extra ecclesiam nulla sallus) dan berpendapat bahwa kehadiran misionaris akan menghasilkan pertobatan dan mmemasukan orang dalam jalan Yesus Kristus. Kini pluralitas menjadi masalah yang harus dihadapai oleh semua agama.
            Menurut para pemikir filsafat agama dewasa ini, pehaman pluralisme hanya mungkin terjadi manakala pemeluk setiap agama menyingkirkan pandangan eksklusifnya dan berusaha menerima asumsi-asumsi dari pihak lain. Para teolog Katolik telah menguraikan pandangan mereka tentang pluralita agama dan menunjukan posisi keberpihakan mereka masing-masing. Mereka semua meberikan pendasaran berdasarkan iman dan rasionalitas mereka dalam berbagai situasi dan latar belakang. Dari pemaparan mereka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga pandangan dalam relasi antar agama berkaitan dengan isu liberalisme dan pluralisme. Paham eksklusiv, inklusivis, dan pluralis. Nama-nama teolog tersebut adalah, John Hick, Karl Rahner, Raimundo Panikar, Paul F. Kniter.
            Dalam realitas pluralitas mensyaratkan dialog sebagai elemen penting dalam berinteraksi dengan agama-agama lain. Dialog antaragama bukan bertujuan untuk menciptakan satu agama tunggal dan final, melainkan untuk memperkaya dan merayakan kebelbagaian yang semakin berkembang dan berarti dalam agama-agama. Dialog korelasional itu harus disertai dengan tanggung jawab global : kesejahteraan manusia dan lingkungan. Dasar bersama pluralisme agama dan dialog adalah soal penderitaan manusia dan kerusakan ekologi.

Arti Pluralisme        Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif ; oleh karena itu setiap pemeluk agama tidak boleh mengklai bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agamaakan masuk dan hidup berdampingan di surga.Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau di daerah tertentu terdapat berbagai pemelik agama yang hidup secara berdampingan.
Secara sederhana pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya. Bukan hanya menoleransi adanya keragaman pemahaman tersebut, tetapi bahkan mengakui kebenaran masing-masing pemahaman, setidaknya menurut logika para pengikutnya.
Gagasan Pluralisme dalam Islam
Dalam Islam berkembang gagasan dan pengertia pluralisme yang menjadi dasar analisis teologi maupun sejarah Islam. Pertama, pluralisme adalah keterlibatan aktif dalam keragaman dan perbedaannya untuk membangun peradaban bersama. Pluralisme dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban. Kedua, pluralisme mengandaikan penerimaan toleransi aktif terhadap yang lain. Pluralisme mengandaikan pengenalan secara mendalam atas yang lain sehingga ada mutual understanding yang membuat satu sama lain aktif mengisi toleransi dengan hal-hal yang konstruktif. Ketiga, pluralisme bukanlah relativisme. Secara sederhana relativitas itu nampak dalam anggapan bahwa semua agama itu sama saja.

Sikap Kaum Muslim dalam Pluralisme
            Bagaimana seorang Muslim melihat teks maupun berhadapan dengan sejarah keanekaragaman agama-agama itu, ternyata ditentukan oleh bagaimana sikapnya terhadap agama lain. Sejauh ini perkembangan teori pluralismetelah menghasilkan tiga sikap dalam agama Islam. Sikap eksklusif, sikap inklusif, dan sikap plural atau paralel. Sikap eksklusif dalam Islam terutama dikembangkan berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an seperti, bahwa Islam adalah agama yang paling benar (Q.3 : 19). Agama selain Islam tidak akan diterima Tuhan di akhirat (Q. 3 : 85). Penafsiran atas al-Qur’an dan hadits sangan menentukan dalam kaitan dengankonflik antara Yahudi, Kristiani, dan Islam.
            Sikap Inklusif dalam pemikiran Islam dimulai dari penggalian penertian Islam yang menekankan bahwa Islam itu bukanlah agama terlembaga (Organized religion). Islam memiliki makna yang lebih rohani bahwa Islam bararti pasrah sepenuhnya kepada Allah dan Islam menunjuk pada semua agama yang benar disebut Islam. Letak inklusif mengakui kehadiran nabi dalam agama-agama dan yang membedakan adalah konteks zaman dan tempat masing-masing nabi. Sikap plural dalam Islam mengakui bahwa setiap agama memiliki jalan keselamatannya sendiri-sendiri. Islam tidak bisa mengklaim diri sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Hal ini mereka jelaskan dalam model fisika, model geometri, dan model bahasa.

Fatwa MUI terhadap Pluralisme dalam Islam
Pluralisme di Indonesia menjadi topik hangat akhir-akhir ini sebagai konsekuensi lanjut dan tanggapan terhadap fatwa MUI. MUI menyatakan bahwa pluralisme marupakan suatu yang haram diikuti oleh umat Islam. Menurut MUI pluralisme dinyatakan menyimpang jika :  pertama, menyatakan bahwa semua agama benar. Bagi MUI kebenaran satu-satunya ada dalam Islam dan yang lainnya salah. Paham yang menyatakan bahwa semua agama benar adalah menyimpang dari ajaran Islam. Kedua, teologi pluralisme adalah teologi yang mencampuradukkan berbagai ajaran agama menjadi satu, dan menjadi sebuah agama baru. Teologi semacam ini disebut sebagai sinkretisme.

Pluralisme dalam Islam         
            Islam tidak menafikan pluralitas dalam masyarakat, keanekaragaman merupakan suatu Sunnatullah (hukum Tuhan). Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki nilai pluralitas. Berdasarkan penafsiran ayat-ayat tersebut dapat diketahui bahwa dijadikannya makhluk dengan berbagai bangsa, suku, dan berharap semuanya dapat berinteraksi secara baik dan positif. Kepada semuanya dituntut untuk dapat menghargai adanya perbedaan. Pada dasarnya pluralisme adalah sebuah pengakuan akan hukum Tuhan yang yang menciptakan manusia dalam perbedaan. Pluralitas mengakui perbedaan itu sebagai sebuah realitas yang pasti ada di mana saja. Dengan pluralitas akan tergali berbagai komitmen bersama untuk memperjuangkan sesuatu yang melampaui kepentingan kelompok dan agama. Salah satu unsur pokok dalam pluralitas agama adalah kesadaran bahwa agama-agama berada dalam posisi dan kedudukan yang paralel.
Argumen utama pluralitas agama dalam al-Qur’an didasarkan pada hubungan antara keimanan yang pribadi dan proyeksi publiknya dalam masyarakat Islam. Pluralisme sebagai dasar kehidupan semua agama mengajak kita untuk membuka dan memahami rahasia Allah. Al-Qur’an memberikan kaidah-kaidah mendasar bagi pluralisme agama: Pertama,kebebsan beragama. Kedua, sikap menerima agama lain untuk hidup berdampingan. 
            Paham kemajemukan masyarakat adalah bagian amat penting dari tatanan masyarakat maju. Dalam paham itulah dipertaruhkan, anatara lain, sehatnya demokrasi dan keadilan. Pluralime tidak hanya mensyaratkan adanya sikap bersedia mengakui hak kelompok lain untuk ada, tetapi juga mengandung makna kesediaan berlaku adil kepada kelompok lain itu atas dasar perdamaian dan saling menghormati. (Lih. Q. s. al-Mumtahanah/60:8).
            Al-Qur’an mendorong umat muslim untuk bekerja sama dengan orang lain demi menegakkan keadilan dan kebenaran. Pencapaian nilai kebaikan dan keadilan menunjukkan suatu otentisitas dalam pluralitas. Pengakuan pluralitas dalam suatu komunitas sosial mengedepankan inklusivitas (keterbukaan).
Pluralitas bukan hanya fenomena dalam Islam melainkan juga merupakan fenomena global. Diperlukan keberanian dari umat Islam untuk melakukan dialog dengan pemeluk agama lain. Perjumpaan agama yang disebut sebagai perjumpaan imanmemang memerlukan keberanian, pangalaman, kepercayuaan diri, dan kematangan pribadi. Dialog yang produktif menekankan sikap keterbukaan diri untuk saling memberi dan menerima secara sukarela dan antusias. Dialog meminta keseimbangan sikap konsisten, terbuka, dan menolak indeferentisme. Dalam dialog setiap orang harus diterima sebagaimana ia memahami dirinya sendiri.

Sumber :
Rachman, Budhy Munawar,  2010, Reorientasi Pembaruan Islam: Sekularisme, Liberalisme, dan PluralismeParadigma Baru Islam Indonesia

_________________________, 2011, Islam dan Liberalisme, Jakarta: Friedrich Naumann Stiftung.

Nucholish Madjid, 1992, Islam Doktrin dan Peradaban:Sebuah telaah kritis tentang masalah keimanan; kemanusiaan dan kemodernan,Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina.


Comments

Popular posts from this blog

“Lera Wulan Tanah Ekan” Dalam Kebudayaan Lamaholot

KAMIS PUTIH : (Ekaristi—Imamat dan Kehidupan)

SUNGAI TERKUTUK