Bidadarimu
Alkisah, seorang bayi yang akan dilahirkan ke muka bumi bertanya keada Tuhan, “Tuhan sebentar lagi saya akan dilahirkan ke bumi, tetapi bagaimana aku bisa hidup di sana sedangkan tubuhku ini begitu kecil dan rapuh?”
Tuhan menjawab sambil tersenyum, “Aku akan menugaskan salah seorang bidadari-Ku untuk menemani dan menjagamu di sana.”
“Tetapi, sekarang aku hidup di surga. Tidak ada yang aku kerjakan selain bernyanyi dan bergembira. Aku bahagia di sini.”
“Janganlan sedih. Bidadarimu kelak akan bernyanyi dan bermain bersamamu sepanjang hari. Ia akan mencurahkan cintanya padamu dan membuatmu bahagia.”
“Tetapi Tuhan, bagaimana aku bisa bercakap-cakap dengan orang-orang di sana jika aku tidak memahami bahasa mereka?”
“Oh, bidadarimu akan menceritakan cerita-cerita yang indah dan manis yang belum pernah kau dengar. Dengan penuh sabar dan kasih sayang bidadarimu akan mengajarkan kau berkata-kata dan berbicara.”
“Lalu, apa yang harus aku lakukan bila aku rindu dan ingin berbicara dengan-Mu?”
“Bidadarimu akan mengajarkan engkau bagaimana kau bisa berdoa kepada-Ku.”
“Oh Tuhan, aku dengar di bumi banyak orang jahat. Lalu, siapakah yang akan melindungiku?”
“Bidadarimu akan membela dan menlindungimu walau ia harus mengorbankan nyawanya sendiri.”
“Tetapi, aku sedih karena aku tidak bisa melihat-Mu lagi.”
“Bidadarimu akan selalu bercerit tentang Aku dan mengajarkan bagaimana kau bisa beribadat kepada-Ku meskipun sesungguhnya Aku selalu berada di dekatmu.
Waktu kelahiran makin dekat. Ia harus segera meninggalkan surga yang damai. Tergesa-gesa ia kembali bertanya, Tuhan, tidak lama lagi aku akan pergi. Aku mohon Kau berkenan memberitahukan kepadaku siapakah nama bidadariku itu?”
“Nama bidadarimu itu tidak penting. Kelak kau akan memanggilnya: Ibu.”
Sumber: Y. Rumanto, Semangkuk Mie Kuah, Obor: Jakarta, 2008
Comments